Cerita di Balik Lahirnya Teleskop Radio VLBI Pertama di Indonesia
Menatap Langit, Memahami Bumi
Teleskop radio VGOS di Observatorium Bosscha bukan sekadar alat canggih untuk melihat ke langit. Ia adalah simbol keberanian bangsa Indonesia untuk menembus batas pengetahuan. Lebih dari sekadar infrastruktur riset, teleskop ini menjadi warisan ilmu bagi generasi mendatang.
Melalui teleskop radio ini, Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa dengan tekad, kerja keras, dan semangat kolaborasi, kita mampu berdiri sejajar dengan negara-negara yang lebih dulu maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Awal Mula: Dari Gagasan ke Kenyataan
Dalam sebuah podcast mini yang dirilis oleh Direktorat Riset dan Inovasi ITB, Prof. Taufiq Hidayat, Ph.D. menceritakan perjalanan panjang di balik lahirnya teleskop radio VGOS (VLBI Global Observing System) ini. Teleskop generasi baru ini bukan hanya alat astronomi berteknologi tinggi, tetapi juga langkah besar Indonesia untuk bergabung dalam jejaring sains internasional.
Ide pembangunan teleskop ini sudah muncul sejak 2014, dan akhirnya mulai terwujud pada 2022, ketika ITB secara resmi memimpin proses persiapan dan kerja sama internasional. Kini, teleskop radio VGOS tengah dibangun di Lembang, dengan misi besar: menjadikan Indonesia bagian dari sistem penentuan koordinat global dengan tingkat ketelitian hingga skala milimeter — dasar bagi navigasi, pemetaan bumi, hingga pengamatan kosmos.
Teknologi di Baliknya: Kolaborasi Antarnegara
VGOS bekerja dengan sistem VLBI (Very Long Baseline Interferometry) — sebuah teknologi yang menghubungkan teleskop radio di berbagai belahan dunia, mulai dari Australia, Jepang, Korea, hingga Tiongkok. Semua teleskop itu mengamati langit secara bersamaan, lalu data mereka digabungkan untuk menghasilkan citra dengan resolusi yang jauh lebih tajam dibandingkan teleskop tunggal.
Gagasan pembangunan teleskop di Indonesia berawal dari kerja sama antara ITB dan Shanghai Astronomical Observatory (SHAO) di bawah Chinese Academy of Sciences. Diskusi dan kunjungan kerja sudah dilakukan jauh sebelum pandemi, hingga akhirnya pada 2022, kedua pihak menandatangani kesepakatan pembangunan teleskop radio VGOS di Observatorium Bosscha, Lembang. Pembangunan fisiknya sendiri dimulai pada 2024.
Mengapa Teleskop Ini Penting?
Motivasi utama di balik pembangunan teleskop ini adalah keinginan Indonesia untuk ikut berkontribusi dalam sistem referensi koordinat dunia — semacam “peta global superpresisi” yang digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari navigasi satelit, geodesi, hingga eksplorasi ruang angkasa.
GPS di ponsel kita memang cukup akurat untuk mencari alamat atau lokasi restoran terdekat. Tapi untuk penelitian ilmiah, dibutuhkan ketelitian yang jauh lebih tinggi. Dengan VGOS, posisi di permukaan bumi bisa ditentukan dengan akurasi hingga beberapa milimeter saja.
Artinya, teleskop ini tidak hanya mampu memantau benda langit yang sangat jauh seperti quasar, tetapi juga bisa mendeteksi pergeseran kecil di permukaan bumi — misalnya pergerakan lempeng tektonik atau perubahan titik acuan di langit. Teknologi semacam ini sangat penting bagi Indonesia, negara yang berada di kawasan rawan gempa dan memiliki dinamika geologi yang aktif.
Perjalanan Penuh Tantangan
Membangun teleskop canggih seperti ini tentu bukan perkara mudah. Tantangan pertama adalah bagaimana cara mengangkut antena raksasa seberat 85 ton dari Shanghai menuju Lembang! Proses pengiriman ini rumit karena harus melewati jalur pegunungan yang sempit dan curam. Kondisi cuaca yang tak menentu membuat prosesnya semakin menegangkan.
Setelah tiba di lokasi, antena tersebut harus dipasang dengan presisi tinggi. Proses pengangkatan, perakitan, hingga penyelarasan sistem elektronik dan mekaniknya membutuhkan keahlian luar biasa. Semua ini menguji kesabaran, kerja tim, dan semangat pantang menyerah para peneliti serta teknisi yang terlibat.
Lebih dari Sekadar Melihat Langit
Keberadaan teleskop radio VGOS akan membawa manfaat besar, bukan hanya bagi astronomi, tapi juga bagi ilmu kebumian dan teknologi. Dengan VGOS, para ilmuwan bisa:
- Mengamati objek kosmik jauh, seperti quasar dan galaksi aktif.
- Memantau pergerakan lempeng tektonik, membantu penelitian tentang gempa bumi.
- Mengumpulkan data iklim dan atmosfer, untuk memahami perubahan jangka panjang di bumi.
- Menjaga akurasi waktu dunia, karena teleskop ini terhubung dengan jam atom berpresisi tinggi.
Dengan kata lain, teleskop ini menjadi jembatan multidisiplin antara astronomi, geodesi, geofisika, atmosfer, dan fisika fundamental.
Prof. Taufiq Hidayat: Sang Astronom di Balik Proyek
Kisah VGOS tidak bisa dilepaskan dari sosok Prof. Taufiq Hidayat, astronom ITB yang sudah mencintai dunia perbintangan sejak SMP. Kecintaannya tumbuh semakin kuat saat SMA, hingga akhirnya membawanya menempuh pendidikan S1 Astronomi di ITB, lalu S2 dan S3 di Universitas Paris Diderot, Prancis.
Sebagai Guru Besar di Program Studi Astronomi ITB, Prof. Taufiq aktif meneliti berbagai bidang — dari astronomi radio dan tata surya, hingga eksoplanet dan astroklimatologi. Dedikasinya diakui dunia internasional: namanya diabadikan pada sebuah asteroid di sabuk utama, 12179 Taufiq, yang mengelilingi Matahari setiap 5,45 tahun.
Asteroid ini pertama kali ditemukan oleh pasangan astronom Belanda C. J. van Houten dan I. van Houten-Groeneveld pada 16 Oktober 1977. Sebuah kehormatan besar yang menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia untuk terus menatap langit — dan berani bermimpi besar.***
Simak selengkapnya di kanal YouTube DRI ITB Mini Podcast DRI: Mini Podcast DRI: Kisah Prof. Taufiq Hidayat di Balik Lahirnya Teleskop Radio VLBI Pertama Indonesia
