Enter your keyword

Geliat Riset dan Inovasi Menuju Produk Komersial di Indonesia

Geliat Riset dan Inovasi Menuju Produk Komersial di Indonesia

Geliat Riset dan Inovasi Menuju Produk Komersial di Indonesia

Oleh: Prof. Dr. apt. Elfahmi, S.Si., M.Si.
Guru Besar Sekolah Farmasi ITB dan Ketua Umum ASASI

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdikti Saintek) melalui Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan (Dirjen Risbang) bekerja sama dengan LPDP meluncurkan Program Riset Strategis pada Senin, 29 September 2025. Program ini menyalurkan dana sebesar Rp1,1 triliun untuk 12 skema pendanaan yang dikelola oleh tiga direktorat di bawah Dirjen Risbang.

Dalam sambutannya, Menteri Dikti Saintek, Prof. Brian Yuliarto, menegaskan pentingnya riset dan inovasi sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi nasional. Ia mendorong perguruan tinggi untuk memperkuat peran dalam menghasilkan luaran riset yang berdampak, baik dalam riset dasar—yang memperkaya keilmuan melalui publikasi di jurnal bereputasi internasional—maupun riset terapan yang berujung pada komersialisasi dan industrialisasi hasil penelitian.

Peluncuran ini dihadiri oleh pejabat LPDP, para pemimpin industri, dan perwakilan perguruan tinggi. Industri diharapkan dapat berkolaborasi langsung dengan peneliti, sehingga hasil riset dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat.

Konsistensi Kebijakan dan Gerak Cepat Kemdikti Saintek

Program ini menjadi kelanjutan dari berbagai skema riset sebelumnya, menandakan dukungan kuat pemerintah terhadap penguatan riset dan inovasi di perguruan tinggi. Gerakan ini dimulai dengan peluncuran logo “Dikti Saintek Berdampak” pada 2 Mei 2025, disusul dengan publikasi dokumen kebijakan pada Agustus 2025.

Meski sempat menuai perdebatan publik terkait perubahan slogan dari Kampus Merdeka menjadi Kampus Berdampak, esensi kedua program tersebut sebenarnya saling berkesinambungan. Kampus Merdeka menekankan kebebasan akademik untuk memperluas dampak tridarma perguruan tinggi, sedangkan Dikti Saintek Berdampak berfokus pada percepatan terwujudnya dampak nyata riset bagi masyarakat dan industri.

Menjawab Kekhawatiran Dunia Akademik

Kementerian menunjukkan langkah cepat dalam menjawab kekhawatiran para dosen dan peneliti atas berkurangnya pendanaan riset di awal tahun. Melalui komunikasi intensif, sejumlah pendanaan berhasil dikembalikan, dan berbagai skema penelitian kembali dibuka, termasuk skema baru yang mendukung kebijakan Dikti Saintek Berdampak.

Salah satu gebrakan besar tahun ini adalah Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) yang diselenggarakan di ITB pada 7–9 Agustus 2025. Acara ini menghadirkan lebih dari 2.000 peneliti unggul, 3.000 peserta industri, serta dua peraih Nobel. Presiden Prabowo Subianto membuka acara dengan memberikan tantangan kepada para dosen dan peneliti Indonesia untuk menghasilkan inovasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Roadmap Riset Nasional

Usai KSTI, Kemdikti Saintek segera menyusun peta jalan riset dan inovasi nasional dengan melibatkan berbagai pakar. Dirjen Risbang, Fauzan, menyampaikan bahwa telah disusun roadmap penelitian mencakup 48 bidang strategis yang akan menjadi panduan arah riset di perguruan tinggi.

Optimisme terhadap keberhasilan Dikti Saintek Berdampak diperkuat oleh rekam jejak para pejabat Kementerian. Prof. Brian Yuliarto, misalnya, termasuk dalam daftar 2% ilmuwan terbaik dunia, memiliki H-indeks 41 dengan 7.091 sitasi dari 362 publikasi Q1, serta berhasil mengomersialisasikan hasil riset melalui startup yang memberikan royalti bagi ITB.

Dirjen Fauzan juga memiliki pengalaman luas dalam komersialisasi riset di Jepang dan Inggris, serta pernah menjadi dosen tamu di berbagai universitas ternama, termasuk ITB. Sementara itu, jajaran direktur di bawahnya—Prof. I Ketut Adnyana (Direktur PPM), Prof. Yos Sunitiyoso (Direktur Hilirisasi), dan Prof. Heri Kuswanto (Direktur Bina Talenta Riset)—memiliki rekam jejak kuat dalam riset, paten, dan hilirisasi hasil inovasi.

Riset dan Inovasi untuk Ekonomi Nasional

Kinerja dosen dan peneliti di berbagai perguruan tinggi terus menunjukkan peningkatan, baik melalui publikasi ilmiah maupun pengembangan produk riset yang bermanfaat bagi masyarakat. Data yang dikumpulkan oleh Dirjen Fauzan menunjukkan bahwa dalam waktu singkat, telah terinventarisasi 814 produk riset dan inovasi dari berbagai PTNBH, mulai dari Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) menengah hingga tahap komersialisasi—beberapa di antaranya bahkan telah menghasilkan royalti.

Potensi ini akan semakin besar bila seluruh perguruan tinggi di Indonesia turut berpartisipasi dan membangun kemitraan strategis dengan industri. Kolaborasi antara peneliti dan pelaku industri menjadi kunci agar hasil riset tidak hanya berhenti di laboratorium, tetapi juga memberi dampak ekonomi nyata bagi bangsa.

Prof. Brian menegaskan pentingnya komunikasi yang intens antara perguruan tinggi dan industri untuk menghindari kondisi “saling menunggu”. Sinergi yang kuat diyakini akan melahirkan industri baru berbasis sains dan teknologi, serta memperkuat industri strategis nasional.

Penutup

Semangat dan produktivitas para peneliti Indonesia kini menunjukkan tanda kebangkitan baru. Melalui kebijakan yang konsisten, pendanaan yang tepat sasaran, dan sinergi antarpemangku kepentingan, Indonesia tengah bergerak menuju era riset dan inovasi yang berdampak nyata—baik bagi masyarakat maupun perekonomian nasional.